Minggu, 06 Februari 2011

Kajian Kebijakan SBB dan Subsidi untuk Tahun 2011

Ada sekitar 3 (tiga) tulisan di Harian Radar Bekasi, yang menarik perhatian para Pengurus DP Kota Bekasi berkaitan dengan rancangan kebijakan Sekolah Bebas Biaya atau SBB (untuk siswa SDN dan SMPN Kota Bekasi), subsidi pendidikan dasar (untuk siswa MIN/Swasta, Sal, SD Swasta dan SDLB), serta subsidi pendidikan menengah (untuk SMA/SMK Negeri Reguler dan SMAN RSBI) untuk Tahun Anggaran 2011, yakni :
  • Sekolah Gratis Terancam Bubar (6 Januari 2011)
  • Selamat Tinggal Sekolah Gratis (12 Januari 2011)
  • Sekolah Gratis Bakal Dihapus (13 Januari 2011)
Sebelumnya DP Kota Bekasi sudah berkoordinasi dengan pihak Disdik Kota Bekasi (28 Desember 2010) dan Komisi D DPRD Kota Bekasi (29 Desember 2010) tentang isu adanya “penyesuaian kebijakan terhadap SBB dan Subsidi Tahun 2011”. Diperoleh informasi bahwa pada Tahun 2010, dengan adanya SBB di SDN dan SMPN, serta Subsidi ke SMAN/SMKN, maka desakan untuk masuk ke “sekolah negeri” semakin kuat, sehingga hal ini menyulut terjadinya “penyimpangan” pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Pada PPDB Tahun 2010, tercatat “penambahan jumlah siswa” melebihi “daya tampung” Juknis PPDB Tahun 2010, SMPN (3.280 siswa), sehingga menyebabkan beban pada APBD P Tahun 2010 (3.280 siswa x 6 bulan x Rp 100.000 per siswa per bulan = Rp 1.968.000.000), SMAN (2.891 siswa x 6 bulan x Rp 50.000 pers siswa per bulan = Rp 867.300.000).
Pada tulisan “Sekolah Gratis Terancam Bubar (6 Januari 2011)” di Harian Radar Bekasi, ada beberapa pernyataan yang menarik, antara lain pernyataan Sardi Effendi (anggota Komisi D DPRD Kota Bekasi) : “Salah satu program Bekasi Cerdas pendidikan gratis, dengan memberikan bantuan Sekolah Bebas Biaya (SBB) SD, SMP, SMA/SMK Kota Bekasi, 2011 ini terancam bubar”, kemudian pernyataan lainnya : “Karena kas daerah yang kosong ditambah lagi jumlah rombel tahun ajaran 2010-2011 yang mengalami pembengkakan usai PSB lalu. Semakin besar anggaran untuk pendidikan, ternyata pembengkakan siswanya pun besar juga”, serta pernyataan beliau “Ada kemungkinan akan dilakukan subsidi siswa miskin saja, jadi tidak semua siswa mendapatkan SBB, tapi semua itu tergantung dengan hasil evaluasi besok (6 Januari 2011)”, evaluasi dimaksud adalah evaluasi SBB dengan 5 (lima) kepala UPTD kecamatan Bekasi Selatan, Pondokgede, Medan Satria, Bekasi Timur dan Bantargebang.
Pada tulisan “Selamat Tinggal Sekolah Gratis (12 Januari 2011)” di Harian Radar Bekasi, ada beberapa pernyataan yang menarik, disampaikan oleh Heri Koswara (Ketua Komisi D DPRD Kota Bekasi): ’’Kami rencanakan untuk SBB Sharing (bagi.red), siswa yang benar-benar tidak mampu akan mendapatkan fasilitas sekolah gratis, sementara siswa yang mampu tetap akan berkontribusi pada sekolah”, selanjutnya dikemukakan : ’’Setelah kami jumlahkan, kalau menggunakan sistem sharing hanya terpakai sekitar 60 persen sekitar Rp 75 miliar, sisanya 40 persen itu bisa dialokasikan untuk anggaran elemen pendidikan lainnya,” paparnya. Sisi lain, program sekolah gratis yang diberikan secara rata ke sekolah berlabel negeri lanjut dia, ternyata tidak tepat target : ’’Banyak sekali siswa-siswa yang orangtuanya mampu ramai-ramai masuk negeri karena ada sekolah gratis ini, dan ternyata output-nya pun tidak sesuai dengan yang diharapkan,” ungkap Heri Koswara. ’’Komite sekolah juga seakan lumpuh, orangtua kebanyakan cuek, karena dalam pikiran orangtua sekolah gratis, jadi hanya menyekolahkan anaknya tanpa komunikasi dengan guru dan semacamnya,” sambung Heri yang mengaku mendapatkan keterangan tersebut dari para kepala UPTD Formal Disdik Kota Bekasi.
Pada tulisan “Sekolah Gratis Bakal Dihapus (13 Januari 2011)” di Harian Radar Bekasi, ada beberapa tulisan yang menarik untuk diperhatikan, ... Meski wacana SBB sharing ini terlontar dari Komisi D, tapi sikap beberapa anggota dewan di internal Komisi D tidak satu suara. Sardi Effendi, misalnya, mengkhawatirkan adanya gejolak dan kekecewaan masyarakat apabila SBB yang sudah berjalan berganti dengan pola subsidi siswa miskin. ’’Hati-hati kalau mengambil kebijakan. Jangan terburu-buru mengubah kebijakan, apalagi sampai mencabut (SBB.red),’’ kata Sardi, kemarin. Menurutnya tidak mudah untuk mendata siswa miskin. ’’Jangankan siswa sekolah, masyarakat miskin untuk Jamkesda saja tidak valid,” sambung dia mencontohkan pendataan masyarakat miskin untuk Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Sekedar diketahui, anggaran terbesar dalam APBD Kota Bekasi diperuntukan bagi SBB. Terhitung sejak SBB diberlakukan pada 2009 anggarannya mencapai Rp 76 miliar. Tahun 2010 naik menjadi Rp100 miliar. Dan tahun 2011 ini direncanakan Rp 120 miliar.Berdasarkan ketiga tulisan tersebut di Harian Radar Bekasi, maka beberapa pernyataan itu “sempat menarik perhatian” bagi pengurus DP Kota Bekasi yang tengah melakukan pembahasan “Kajian Kebijakan SBB dan Subsidi untuk Tahun 2011” (Rapat Pleno DP Kota Bekasi, Tanggal 15 Januari 2011). Pembahasan hasil “Kajian Kebijakan SBB dan Subsidi untuk Tahun 2011” akhirnya disepakati dan ditandatangani oleh 9 (sembilan) anggota DP Kota Bekasi yang menghadiri rapat pleno tersebut. Hasil “Kajian Kebijakan SBB dan Subsidi untuk Tahun 2011” adalah sebagai berrikut :
Kajian Kebijakan SBB dan Subsidi untuk Tahun 2011 (Skenario Kebijakan dan Estimasi Alokasi Anggaran SBB dan Subsidi)

No.
Skenario Kebijakan
Estimasi Alokasi Anggaran (Rp)
Analisis Dampak
1.
Kebijakan SBB dan Subsidi dilanjutkan tanpa perubahan
125.160.048.000
Kebutuhan anggaran ini bisa lebih dari yang diperkirakan, bila perilaku PPDB Tahun 2011 tidak dapat dikendalikan (sebagai contoh perilaku PPDB Tahun 2010 yang mengakibatkan defisit anggaran sebanyak Rp 2,2 M (SMPN) dan Rp 0,6 M (SMAN).
2.
Kebijakan SBB dan Subsidi dengan perubahan :
· Periode Januari-Juni 2011 Tetap
· Periode Juli-Desember 2011
Berubah
Keterangan : untuk SBB SDN tetap (Rp 21.000) dan Subsidi untuk SD Swasta, MI, Sal, SDLB tetap (Rp 10.000).
106.962.168.000
Perubahan yang terjadi hanya pada Periode Juli-Desember 2011, memungkinkan pihak Pemkot melakukan sosialisasi lebih dulu kepada masyarakat bahwa adanya perubahan kebijakan.
Namun berpotensi adanya gugatan masyarakat terhadap perubahan kebijakan SBB pada SMPN (berkaitan dengan Wajar Dikdas).
Perubahan kebijakan dapat menghasilkan efisiensi sebesar Rp 18 M.
3.
Kebijakan SBB dan Subsidi dengan perubahan :
· Periode Januari-Juni 2011 Tetap
· Periode Juli-Desember 2011 Berubah untuk Siswa Baru Tahun 2011 saja
Keterangan : untuk SBB SDN tetap (Rp 21.000) dan Subsidi untuk SD Swasta, MI, Sal, SDLB tetap (Rp 10.000).
117.976.968.000
Perubahan yang terjadi hanya pada Periode Juli-Desember 2011, memungkinkan pihak Pemkot melakukan sosialisasi lebih dulu kepada masyarakat bahwa adanya perubahan kebijakan.
Namun berpotensi adanya gugatan masyarakat/ortu Kelas VII SMPN terhadap perubahan kebijakan SBB pada SMPN (berkaitan dengan Wajar Dikdas).
Perubahan kebijakan dapat menghasilkan efisiensi sebesar Rp 8 M.
4.
Kebijakan SBB dan Subsidi dengan perubahan :
· Periode Januari-Juni 2011 dan Periode Juli-Desember 2011 Berubah
Keterangan : untuk SBB SDN tetap (Rp 21.000) dan Subsidi untuk SD Swasta, MI, Sal, SDLB tetap (Rp 10.000).
88.764.288.000
Perubahan yang langsung terjadi sejak Januari 2011, akan menimbulkan dampak protes ortu, karena tanpa sosialisasi lebih dulu kepada masyarakat bahwa adanya perubahan kebijakan.
Demikian pula adanya gugatan masyarakat/ortu terhadap perubahan kebijakan SBB pada SMPN (berkaitan dengan Wajar Dikdas).
Perubahan kebijakan dapat menghasilkan efisiensi sebesar Rp 36 M.
5.
Kebijakan SBB dan Subsidi dengan perubahan :
· Periode Januari-Juni 2011 Tetap
· Periode Juli-Desember 2011
Berubah (Kebijkan SBB dan Subsidi dihapus) :
Keterangan : untuk SBB SDN tetap (Rp 21.000) dan Subsidi untuk SD Swasta, MI, Sal, SDLB tetap (Rp 10.000).
90.116.268.000
Perubahan yang terjadi hanya pada Periode Juli-Desember 2011, memungkinkan pihak Pemkot melakukan sosialisasi lebih dulu kepada masyarakat bahwa adanya perubahan kebijakan.
Namun berpotensi adanya gugatan masyarakat pada Periode Juli-Desember 2011 terutama terhadap perubahan kebijakan SBB pada SMPN (berkaitan dengan Wajar Dikdas).
Perubahan kebijakan dapat menghasilkan efisiensi sebesar Rp 35 M.
6.
Kebijakan SBB dan Subsidi dengan perubahan :
· Periode Januari-Juni 2011 Tetap
· Periode Juli-Desember 2011 Periode Januari-Juni 2011 dan Periode Juli-Desember 2011 Berubah
Keterangan : untuk SBB SDN tetap (Rp 21.000) dan Subsidi untuk SD Swasta, MI, Sal, SDLB tetap (Rp 10.000).
100.435.068.000
Perubahan yang terjadi hanya pada Periode Juli-Desember 2011, memungkinkan pihak Pemkot melakukan sosialisasi lebih dulu kepada masyarakat bahwa adanya perubahan kebijakan.
Namun berpotensi adanya gugatan masyarakat pada Periode Juli-Desember 2011 (baik Kelas VII, VIII, dan IX SMPN) terhadap perubahan kebijakan SBB pada SMPN (berkaitan dengan Wajar Dikdas).
Perubahan kebijakan dapat menghasilkan efisiensi sebesar Rp 25 M.
7.
Kebijakan SBB dan Subsidi dengan perubahan :
· Periode Januari-Juni 2011 dan Periode Juli-Desember 2011 Berubah (Kebijkan SBB dan Subsidi dihapus):
Keterangan : untuk SBB SDN tetap (Rp 21.000) dan Subsidi untuk SD Swasta, MI, Sal, SDLB tetap (Rp 10.000).
55.072.488.000
Perubahan yang langsung terjadi sejak Januari 2011, akan menimbulkan dampak protes ortu, karena tanpa sosialisasi lebih dulu kepada masyarakat bahwa adanya perubahan kebijakan.
Berpotensi adanya gugatan masyarakat/ortu yang luar biasa terhadap perubahan kebijakan SBB pada SMPN (berkaitan dengan Wajar Dikdas), karena kebijakan SBB SMPN dan subsidi SMAN/SMKN tiba-tiba dihapus.
Perubahan kebijakan dapat menghasilkan efisiensi sebesar Rp 70 M.


Kajian Kebijakan SBB dan Subsidi untuk Tahun 2011 Berdasarkan Aspek Hukum

No.
Sumber Hukum
Pasal
Uraian
1.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
Pasal 11
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
Pasal 34
(1) Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
(3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
2.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar
Pasal 9
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
(2) Warga negara Indonesia yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar apabila daya tampung satuan pendidikan masih memungkinkan.
(3) Warga negara Indonesia yang berusia di atas 15 (lima belas) tahun dan belum lulus pendidikan dasar dapat menyelesaikan pendidikannya sampai lulus atas biaya Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(4) Warga negara Indonesia usia wajib belajar yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan bantuan biaya pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan.



No.
Isu “penyesuaian kebijakan”
Opini , Pertimbangan, dan Saran
1.
Adanya isu “penyesuaian kebijakan” terhadap SBB dan Subsidi, dalam bentuk :
1. Penghapusan kebijakan
2. Pengurangan nominal
3. Pemilahan segmen yang diberi SBB (hanya kepada siswa miskin saja)
Opini dan Pertimbangan :
Maka DP Kota Bekasi telah menyimak juga sejumlah hal yang melatarbelakangi isu “penyesuaian kebijakan” terhadap SBB dan Subsidi, dengan pertimbangan/alasan/dalih/motif :
1. Peristiwa Defisit APBD Tahun 2010, menimbulkan kepentingan “perlunya” efisiensi anggaran untuk RAPBD Tahun 2011;
2. Adanya sejumlah “persoalan” yang ditemukan dengan adanya SBB di SDN dan SMPN dan Subsidi di SMAN/SMKN, antara lain :
a. SBB di SDN dan SMPN, tidak memilah “siswa miskin” dan “siswa mampu”, ada anggapan bahwa “keluarga mampu” juga turut menikmati subsidi;
b. Dengan adanya SBB di SDN dan SMPN, serta Subsidi ke SMAN/SMKN maka desakan untuk masuk ke “sekolah negeri” semakin kuat, sehingga hal ini menyulut terjadinya “penyimpangan” pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Pada PPDB Tahun 2010, tercatat “penambahan jumlah siswa” melebihi “daya tampung” Juknis PPDB Tahun 2010, SMPN (3.280 siswa), sehingga menyebabkan beban pada APBD P Tahun 2010 (3.280 siswa x 6 bulan x Rp 100.000 per siswa per bulan = Rp 1.968.000.000), SMAN (2.891 siswa x 6 bulan x Rp 50.000 pers siswa per bulan = Rp 867.300.000);
c. Sekolah mengeluhkan banyaknya “petugas” atau “masyarakat” atau “pers” yang datang ke sekolah, untuk memenuhi “kewajiban pemeriksaan” dan “rasa ingin tahu” terhadap penggunaan SBB dan Subsidi.
3. Adanya “motif” untuk sekedar “menggugurkan” kebijakan SBB.
2.
Bila isu “penyesuaian kebijakan” terhadap SBB dan Subsidi, jadi dilakukan untuk Tahun 2011.
Saran :
1. DP menyarankan agar kebijakan sebaiknya bersifat “continue” dan bahkan “meningkat”, jadi kebijakan seharusnya bersifat “point of no return”;
2. Terhadap sekolah swasta/madrasah, kebijakan subsidi juga perlu “tetap diperhatikan” bahkan “ditingkatkan” atau “diperluas” untuk pemerataan (khususnya subsidi SMP Swasta dan MTs);
3. Bilamana, tetap ada penyesuaian kebijakan, DP menyarankan perlunya “diskusi dan pembahasan yang komprehensif (dengan stakeholders pendidikan) menyangkut aspek hukum dan aspek teknis pelaksanaannya;
4. DP menyarankan perlunya “sosialisasi” oleh “kepala daerah” secara intensif terhadap “penyesuaian kebijakan” yang akan dilakukan, seperti halnya saat “kepala daerah” menyuarakan “kebijakan SBB” pertama kali yang sangat intensif di radio, koran, dan media lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar